Belian Tenun Lempot Bidadari Ngamuk

Picture of Redaksi Literasi Rinjani

Redaksi Literasi Rinjani

Penulis :

Suci Sulistiani

Inaq Misah atau yang akrab disapa Inaq Misok ( 60 tahun ) adalah seorang penenun dari Desa Kebon Ayu, Lombok Barat. Inaq Misah tidak seperti penenun pada umumnya, Ia menjadikan tenun sebagai salah satu ritual pengobatan. Kemampuan mengobati dengan tenun tersebut diturunkan dari almarhum Ibunya. Sejak remaja, Inaq Misah sudah diajarkan menenun dengan harapan ia akan melanjutkan kemampuan sang Ibu untuk mengobati dengan menggunakan tenun.

Inaq Misah sedang menenun Lempot Bidadari Ngamuk di kediaman beliau.

Lempot Bidadari Ngamuk adalah nama tenunan yang hanya boleh dibuat oleh orang-orang dengan kemampuan tertentu, seperti Inaq Misah. Menurut orang tua terdahulu kain tenun ini dinamakan Lempot Bidadari Ngamuk karena ketika seseorang menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh dianggap sebagai pertanda bahwa bidadari dalam diri orang tersebut sedang tidak baik-baik saja. Sehingga salah satu upaya untuk menenangkannya yaitu dengan membuatkan sebuah selendang atau Lempot yang kemudian dinamakan Lempot Bidadari Ngamuk. Peruntukannya pun tidak untuk sembarang orang, Tenun tersebut khusus dibuat untuk orang-orang yang memiliki penyakit atau gangguan tertentu yang tidak kunjung sembuh. Seperti beberapa penyakit yang pernah ditangani oleh Inaq Misah, mulai dari penyakit yang terdeteksi secara medis misalnya hemoroid, penyakit mental, muntah darah, juga berbagai penyakit yang diduga disebabkan oleh makhluk halus, hingga anak-anak dengan kondisi yang tidak normal seperti sering menangis di malam hari.   

Bentuk utuh dari kain Tenun Lempot Bidadari Ngamuk setelah melewati beberapa proses sebelumnya.

Pembuatan Lempot Bidadari Ngamuk ini pun tidak sembarangan, karena harus dibuat pada hari Jum’at dan melewati berbagai macam ritual, doa-doa, dan andang-andang (seserahan) yang diberikan kepada penenunnya. Adapun isi andang-andang yang diberikan kepada penenun yaitu beras ketan, gula merah, daun sirih, buah pinang, air, dan uang seikhlasnya. Bersamaan dengan penggulungan benang tenun, andang-andang tersebut diletakkan di samping penenun yang sedang menggulung benang sambil mendoakan orang yang terkena penyakit tersebut. Di akhir ritual, Inaq Misah akan memakaikan gelang kepada pasiennya menggunakan potongan benang tenun lalu membasuh mukanya dengan air yang juga sudah dido’akan. Gelang tersebut berfungsi sebagai pengganti tenun sementara menunggu proses pembuatannya.

Andang-andang atau lazim disebut seserahan. Tersusun atas beberapa muatan; beras ketan, gula merah, daun sirih, buah pinang, air dan uang seikhlasnya.

Inaq Misah sempat menolak untuk melanjutkan pengabdian sang Ibu sebagai Belian (dukun) tenun, karena tugas tersebut dirasa sangat berat dan memiliki banyak resiko. Misalnya seperti kejadian yang pernah dialami oleh Inaq Misah. Suatu hari Inaq Misah  pernah menerima pasien, kemudian saat menggulung dan menenun ada beberapa sisa benang yang berantakan. Helaian benang tersebut tercecer di tempat ia menenun. Saat tidur, Inaq Misah bermimpi benang tersebut berubah menjadi seekor ular yang sangat besar dan kelabang yang berusaha menggigit beliau. Lalu Inaq Misah bangun dari tidurnya dan merapikan benang yang masih tercecer di tempat menenunnya. Mendapati mimpi itu membuat Inaq Misah trauma dan menolak untuk melanjutkan pengabdian Ibunya sebagai seorang Belian. Ia pun sempat berencana untuk menghanyutkan semua peralatan tenun warisan Ibunya di sungai samping rumahnya.

Akan tetapi, niat tersebut ia urungkan setelah menerima pasien seorang anak kecil. Anak kecil ini selalu terlihat murung dan melamun, tidak ada semangat untuk hidup dan semakin hari tubuh anak kecil ini menyusut. Bapak dari sang anak mengatakan bahwa ia telah membawa anak itu berobat kesana kemari, medis maupun non medis, akan tetapi hasilnya selalu nihil. Bapak dari sang anak tersebut lalu mendapat mimpi untuk mencoba pengobatan alternatif melalui belian tenun, sehingga ia mendatangi Inaq Misah.

Inaq Misah memasangkan gelang sebagai bagian dari proses pengobatan alternatif yang beliau praktikkan.

Saat menerima tamu tersebut Inaq Misah sudah menolak permintaan bapak tersebut unutk mengobati anaknya, akan tetapi ia teringat dengan nasihat almarhum Ibunya yang pernah mengatakan “Kalau kamu tidak melanjutkan, siapa lagi yang akan membantu keluargamu,” kata sang Ibu. Akhirnya Inaq Misah berubah pikiran dan melanjutkan perjuangan Sang Ibunda sebagai dukun tenun Lempot Bidadari Ngamuk.

Profil Penulis :

Suci Sulistiani. Penerima beasiswa project foto cerita “Tenun untuk Kehidupan” batch 2 dari Panna foto institute tahun 2024. Melakukan riset tentang Lempot Bidadari Ngamuk disepanjang bulan februari di Desa Kebon Ayu, Lombok Barat. Ketertarikannya dalam kebudayaan membuatnya memutuskan untuk melakukan riset tersebut. Saat ini ia aktif bergiat di Gerakan Literasi Paus Biru sebagai ketua dan tim pengajar.

Instagram : @uciqsulis_
Facebook : Suci Sulistiani

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top