Penulis :
Muhammad Ibnal Randhi
George Wilhelm Friedrich Nietzche atau kerap di panggil Nietzche merupakan seorang filsuf kontroversi sebab ajaran eksistensial yang dibawanya. Laki-laki berkebangsaan Jerman ini lahir pada tanggal 15 Oktober 1844 di Roecken dan meninggal pada 25 Agustus 1900 bertepan dengan berakhirnya milenium abad ke 19 menuju abad kontemporer. Sejak lahir Nietzsche telah terdoktrin oleh hal-hal yang berbau agama di mana ayahnya bernama Carl Ludwig Nietzsche seorang pastur di Lutheran dan ibunya Franziska seorang Biarawati. Beranjak dari keadaan keluarganya yang begitu religius, membuat Nietzsche merasa terbelenggu dan tidak mampu berekspresi sebebas-bebasnya karena terhalang oleh ajaran agama yang dianut oleh orang tuanya (Kristen). Sehubungan dengan keadaan keluarganya yang agamis menjadi awal kemunculan paham Nietzsche.
Salah satu dogma yang begitu fenomenal dari Nietzsche ialah “Ubermensch” atau Manusia Super dengan kehendak dan kuasa penuh atas diri sendiri dan dunia “Will to Power”. Gagasan Nietzsche diperkuat lagi saat ia beranjak 21 tahun. Ia mengkaji sebuah tulisan Schopenheur yang di mana keduanya menganut aliran filsafat atas dasar “kekuasaan”. Oleh karena itu filsafat Nietzsche banyak mengadopsi dari karya-karya tulisan Schopenheur.
Meskipun terdapat koherensi signifikan antara Nietzsche dan Schopenheur, namun di sinilah letak perbedaan Nietzsche dengan Schopenheur; selama belajar, ia tidak pernah meniru pemahaman dari gurunya, ia selalu mengolah dan mengembangkan konspirasi sendiri. Jika dikonfrontasikan ke ranah manusia, terlihat jelas komparatifnya. Schopenheur mendasarkan bahwa “tujuan manusia untuk hidup adalah kehendak untuk hidup” maknanya ontologis manusia untuk hidup hanyalah “hidup” tidak lebih dari itu. Berbeda dengan Nietzsche yang hakekatnya “tujuan manusia hidup adalah untuk berkuasa”, sehingga manusia tidak hanya sekedar berjalan untuk hidup saja, melainkan manusia harus “berkuasa” atas kehidupan secara individu yang dijalaninya ataupun kehidupan sosialnya .
Tetapi, berkuasa yang ditekankan oleh Nietzsche di sini ada dua, pertama berkuasa atas diri sendiri dengan mencintai secara utuh alur kehidupan “Lebensbejahung” sifat pantang menyerah harus dimiliki bila ingin berkuasa atas dirinya. Kedua berkuasa atas sosialisme yakni dengan berpaku pada pengetahuan dan finansial untuk menarik orang-orang awam menjadi pengikut tuannya.
Selain itu, Nietzsche menerangkan bahwa motif dari segala eksistensi atau perilaku manusia tiada lain hanya untuk berkuasa. Jadi, apabila manusia ingin berkuasa sepenuhnya, mereka harus melakukan beberapa tahapan; pertama menambah pengetahuan atau wawasan. Bagi mereka yang haus akan pengetahuan dan kemauan untuk tahu “belajar”, maka akan mudah mendapatkan kekuasaan. Kemudian yang kedua, jika manusia ingin berkuasa ia harus menyingkirkan apapun yang dapat menghalangi kehendaknya untuk berkuasa termasuk “Tuhan” sekalipun. Bagi Nietzsche, dunia ini merupakan manifestasi manusia untuk selalu berkuasa. Jadi, jika Tuhan mati, maka manusia akan menjadi Tuhan atau tidak ada yang menjadi tabir untuk mereka berdigdaya semaunya.
Dari hasrat Nietzsche yang ingin menjadikan manusia sebagai puncak rantai kedaulatan, ia rela untuk keluar dari agama yang dianutnya untuk menjadi seorang “Ateisisme”. Menurutnya agama merupakan fundamental dari kebelengguannya manusia. Sebab dalam agama terdapat moral yang menginterpretasikan bahwa manusia harus hidup dengan penuh belas kasih “Yang kuat harus melindungi yang lemah”. Ironi ini secara tidak sadar, yang lemah mengurung yang kuat untuk berkuasa atas diri dan dari orang yang lebih lemah. Timbulnya perspektif penindasan disebabkan karna manusia tidak mampu mengexplore kelemahannya. Ia hanya berlindung pada strata agama yang menyuguhkan dogma bahwa ini adalah fate “takdir”. Perlahan perkara ini memudarkan sifat alamiah manusia untuk bisa mencapai sifat aperion “Ketuhanan” itu sendiri.
Tak hanya itu, pandangan Nietzsche terkait kehendak untuk berkuasa ini menimbulkan julukan baru terhadap dirinya yakni “Sang Pembunuh Tuhan”. Hal tersebut merefleksikan bahwa jika manusia ingin berdaulat, ia harus melepaskan dirinya dari Tuhan atau agama. Selama manusia masih patuh terhadap sesuatu, baik itu Tuhan, ia tidak akan pernah menjadi “tuan”, manusia akan selalu terbelenggu pada hierarki “perbudakan”. Akibatnya manusia akan terus dizholimi dan tidak mampu bangkit untuk melawan lantaran takut terkena sanksi dari tuannya.
Meskipun paham yang dibawakan oleh Nietzsche menimbulkan kontroversi yang begitu tegas khususnya bagi pemeluk agama, namun jika dikaji melalui atmosfer kemanusiaan, konsep ini dapat mendorong manusia untuk terus mencapai hierarki kedaulatan tanpa bersandar pada kehendak orang lain. Selain itu, Nietzsche menerangkan bahwa manusia ialah individu yang super, ia tidak akan terkalahkan oleh apapun kecuali oleh rasa malas dan keacuhannya terhadap sesuatu.
Profil Penulis :
Pemuda yang akrab dipanggil Ibnal, ia bearasal dari Selagalas. Jika ingin lebih mengenal Ibnal, silakan berkunjung ke akun Instagramnya di @ibnalrnd_